Kamis, 24 Juni 2010

Politik liberal

Politik Liberal Kolonial
Golongan liberal berhasil menguasai parlemen sehingga mereka mempunyai peluang untuk menciptakan undang-undang dasar guna membatasi kekuasaan raja. Pada tahun 1870 keluar undang-undang de Waal:
1. Undang-undang Gula yang menyebutkan bahwa penanaman tebu harus dilakukan oleh pengusaha swasta, tidak dengan system tanam paksa
2. Undang-undang Agraria, isinya menerangkan bahwa gubernur jenderal dan rakyat dilarang menjual tanah kepada orang asing, tetapi dapat menyewakannya selama 75 tahun
Ini merupakan awal yang baik walaupun dalam kenyataannya semuanya untuk kepentingan Pemerintahan Hindia Belanda.
1. Perlawanan Rakyat Maluku
A. Latar Belakang
1. Belanda menerapkan monopolui perdagangan
2. Adanya kekhawatiran rakyat akan munculnya kembali kekejaman seperti zaman VOC.
3. Rakyat diharuskan kerja paksa, menyerahkan ikan asin, kopi.
4. Benteng Duurstede diduduki Belanda.
B. Tokoh/ pemimpin
Pattimura
C. Proses Perang
Perlawanan ini dibantu oleh Anthonie Rebok, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, dan Christina Martatiahahu. Pada tanggal 15 Mei 1817 seranga di mulai dan berhasil menguasai Banten Duurstede serta membunuh van den Berg. Akhirnya perang meluas ke Ambon, Seram, Haruku, Larike, Asilulu, dan Masihu.
D. Akhir perang
Belanda akhirnya mendatangkan bantuan, sehingga Pattimura dapat dikalahkan dan tanggal 16 Desember Pattimura dihukum gantung.
2. Perang Paderi
A. Latar Belakang
1. Adanya Perselisihan antara Kaum adat dan Kaum Paderi. Yaitu
Kaum Paderi menghendaki Gerakan Wahaby yang ditentang Kaum
Adat.
2. Belanda ikut campur tangn membantu Kaum Adat.
B. Proses Perang
1. Tahap I [ 1821-1837 ]
Tahap ini perang antara Kaum Adat dan kaum Padri. Kaum Adat terdesak lalu minta bantua Belanda. Dengan begitu Belanda diizinkan membangun Benteng Por Vander Cappelen dan Port de Kock. Tahun 1825, Belanda berunding dengan Kaum Paderi dan menghasilkan Perjanjian Paderi.
2. Tahap II
Kaum Paderi dan Kaum Adat bersatu melawan Belanda. Serangan Belanda dipusatkan ke Bonjol. Belanda menggunakan siasat Devide at Empera dengan cara mendatangkan pasukan Sebtot Prawirodirjo dari Jawa.
C. Pemimpin / Tokoh
Tuanku Imam Bonjol, Datuk Malim Basa, Tuanku nan Cerdik, Tuanku
Pasmanan, dan Tuanku Hitam.
D. Akhir Perang
Pada tahun 1833 diadakan Perjanjian Plakat panjang yang isinya penduduk diberi kebebasan membayar pajak dan kerja rodi, tetapi penduduk hanya berdagang dengan Belanda. Namu akhirnya Tuanku Imam Bonjol tetap ditangkap pada tahun 1837.
4. Perang Dipenogoro
a. Latar Belakang
sebab Umum:
1. Belanda ikut campur masalah kerajaan
2. Bangsawan kecewa karena dilarang menyewakan tanahnya
3. Kaum Ulama kecewa karena masuknya peradaban Barat di keraton
4. Rakyat dibebani berbagai macam pajak dan kerja paksa
Sebab Khusus:
1. Pembuatan jalan raya yang melewati makam leluhur tanpa
Seizin Pangeran Dipenogoro
b. Pemimpin/ tokoh
Pangeran Dipenogoro, Kiai mojo, Sentot Prawirodirjo,Pangeran Mangkubumi, dll.
c. Proses Perang
Perang dimulai 20 Juli 1825. Perang dimulai ketika Belanda menyerbu kediaman Pangeran Dipenogoro. Pangeran dipenogoro menggunakan taktik geriliya, sedang belanda menggunakan siasat Benteng Stelsel.
d. Akhir Perang
Pasukan Dipenogoro mulai terdesak setelah Belanda menggunakan siasat Devide et Empera. Pangeran Dipenogoro berhasil ditangkap pada tahun 1830 setelah Belanda menerapkan siasat tipu muslihat.
5. Perang Jagaraga bali
a. Latar belakang
1. Belanda memaksa Bali mengakui kedaulatan Belanda
2. Belanda memaksa Bali menghapus hak Tawan karang.
b. Pemimpin / Tokoh
I Gusti ketut Jelantik
c. Proses Perang
Pada 1845 Belanda Menyerang kerajaan Buleleng. Belanda menyerang Bali tiga kali:
1. Tahun 1846: Serangan dapat dihalau I Gusti Ketut Jalantik
2. Tahun 1848: Belanda gagal merebut Benteng Jagaraga
3. Tahun 1849: Belanda berhasil menguasai Benteng Jagaraga
d. Akhir Perang
Sejak tahun 1849 Belanda berhasil menguasai Bali
6. Perang Banjar
a. Latar Belakang
1. Belanda memaksakan monopoli pedagang
2. Belanda ikut campur tangan urusan kerajaan
b. Pemimpin / Tokoh
Pangeran Antasari
c. Proses Perang
Pertempuran terjadi pada 18 April 1859. Pangeran Antasari berhasil merebut Benteng Belanda dan menenggelamkan kapal Onrus milik Belanda.
d. Akhir Perang
Pangeran Antasari wafat pada tahun 1862, digantikan oleh Haji Buyasin yang akhirnya ditangkap Belanda.
7. Perang Aceh
a. Latar Belakang
1. Belanda ingin menguasai aceh yang letaknya strategis.
2. Belanda menuntut agar Aceh mengakui kedaulatan Belanda
3. Belanda melarang Aceh menjalin hubungan dengan
luar negeri
4. Traktat Sumatra 1871 memberi peluang Belanda untuk
menyerang Aceh.
b. Pemimpin / Tokoh
Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim, Cut Nya’ Dien
c. Proses Perang
Belanda menyerang Aceh pertama pada 1873
di bawah pimpinan Jend. Kohler di depan Masjid Raya,
namun gagal. Serangan kedua Desember 1873 dipimpin
Jend. Van Suieten, berhasil merebut masjid Raya dan
Istana. Belanda melakukan Siasat Konsentrasi Stelsel, Devide
et Empera, kekerasan dengan membentuk pasukan Marsose.
d. Akhir Perang
Pada 1904 Aceh terpaksa menandatangani Perjanjian singkat
Yang berisi, “ Aceh mengakui kedaulatan Belanda”

PENGARUH KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA: 1) Perlawanan Rakyat 2) Perkembangan Agama Kristen
erhadap Upaya Perdagangan Portugis dan Belanda
Menjelang kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia.
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Adapun perlawanan-perlawanan tersebut antara lain:
1) Perlawanan di Aceh terhadap Portugis
2) Ternate melawan Portugis
3) Perlawanan Mataram (Perlawanan Sultan Agung) terhadap Belanda
4) Banten melawan VOC
5) Makassar melawan VOC
6) Perlawanan Diponegoro (1825–1830) terhadap Belanda
7) Perang Padri (1821–1837)
2. Perkembangan Agama Kristen di Indonesia
Sejak abad ke-15 Paus di Roma memberi tugas kepada misionaris bangsa Portugis dan Spanyol untuk menyebarkan agama Katholik. Kemudian bangsa Belanda pun tertarik untuk menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan dengan mengirimkan para zending di negeri-negeri jajahannya.
1. Misionaris Portugis di Indonesia
Pada abad ke-16 kegiatan misionaris sangat aktif menyampaikan kabar Injil ke seluruh penjuru dunia dengan menumpang kapal pedagang Portugis dan Spanyol. Salah seorang misionaris yang bertugas di Indonesia terutama Maluku adalah Fransiscus Xaverius (1506–1552). Ia seorang Portugis yang membela rakyat yang tertindas oleh jajahan bangsa Portugis. Di kalangan pribumi ia dikenal kejujuran dan keikhlasannya membantu kesulitan rakyat. Ia menyebarkan ajaran agama Katholik dengan berkeliling ke kampung-kampung sambil membawa lonceng di tangan untuk mengumpulkan anak-anak dan orang dewasa untuk diajarkan agama Katholik.
Kegiatan misionaris Portugis tersebut berlangsung di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, P ulau Siau, dan Sangir, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa Timur.
Penyebaran agama Katholik di Maluku menjadi tersendat setelah terbunuhnya Sultan Hairun yang menimbulkan kebencian rakyat terhadap semua orang Portugis. Setelah jatuhnya Maluku ke tangan Belanda, kegiatan misionaris surut dan diganti kegiatan zending Belanda yang menyebarkan agama Kristen Protestan.
2. Zending Belanda di Indonesia
Pada abad ke-17 gereja di negeri Belanda mengalami perubahan, agama Katholik yang semula menjadi agama resmi negara diganti dengan agama Kristen Protestan. Pemerintah Belanda melarang pelaksanaan ibadah agama Katholik di muka umum dan menerapkan anti Katholik, termasuk di tanah-tanah jajahannya.
VOC yang terbentuk tahun 1602 mendapat kekuasaan dan tanggung jawab memajukan agama. VOC mendukung penyebaran agama Kristen Protestan dengan semboyan “siapa punya negara, dia punya agama”, kemudian VOC menyuruh penganut agama Katholik untuk masuk agama Kristen Protestan. VOC turut membiayai pendirian sekolah-sekolah dan membiayai upaya menerjemahkan injil ke dalam bahasa setempat. Di balik itu para pendeta dijadikan alat VOC agar pendeta memuji-muji VOC dan tunduk dengan VOC. Hal tersebut ternyata sangat menurunkan citra para zending di mata rakyat, karena VOC tidak disukai rakyat.
Tokoh zending di Indonesia antara lain Ludwig Ingwer Nommensen, Sebastian Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius.
Kegiatan zending di Indonesia meliputi:
a. Menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku, Sangir, Talaud, Timor, Tapanuli, dan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra.
b. Mendirikan Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu perkumpulan pemberi kabar Injil Belanda yang berusaha menyebarkan agama Kristen Protestan, mendirikan wadah gereja bagi jemaat di Indonesia seperti Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan mendirikan sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada penyebaran agama Kristen Protestan.
3. Wilayah Persebaran Agama Nasrani di Indonesia pada Masa Kolonial
Saat VOC berkuasa, kegiatan misionaris Katholik terdesak oleh kegiatan zending Kristen Protestan, dan bertahan di Flores dan Timor. Namun sejak Daendels berkuasa, agama Katholik dan Kristen Protestan diberi hak sama, dan mulailah misionaris menyebarkan kembali agama Katholik terutama ke daerah-daerah yang belum terjangkau agama-agama lain.
Penyebaran agama Kristen Protestan di Maluku menjadi giat setelah didirikan Gereja Protestan Maluku (GPM) tanggal 6 September 1935. Organisasi GPM menampung penganut Kristen Protestan di seluruh Maluku dan Papua bagian selatan. Penyebaran agama Kristen menjangkau Sulawesi Utara di Manado, Tomohon, Pulau Siau, Pulau Sangir Talaud, Tondano, Minahasa, Luwu, Mamasa dan Poso, serta di Nusa Tenggara Timur yang meliputi Timor, Pulau Ende, Larantuka, Lewonama, dan Flores. Adapun persebaran agama Katholik di Jawa semula hanya berlangsung di Blambangan, Panarukan, Jawa Timur. Namun, kemudian menyebar ke wilayah barat, seperti Batavia, Semarang, dan Jogjakarta.
Agama Kristen Protestan di Jawa Timur berkembang di Mojowarno, Ngoro dekat Jombang. Di Jawa Tengah meliputi Magelang, Kebumen, Wonosobo, Cilacap, Ambarawa, Salatiga, Purworejo, Purbalingga, dan Banyumas. Di Jawa Barat pusat penyebaran agama Kristen terdapat di Bogor, Sukabumi, dan Lembang (Bandung). Di Sumatra Utara masyarakat Batak yang menganut agama Kristen berpusat di Angkola Sipirok, Tapanuli Selatan, Samosir, Sibolga, Buluh Hawar di Karo, Kabanjahe, Sirombu, dan kepulauan Nias. Kegiatan agama Kristen pada masyarakat Batak dipusatkan pada organisasi HKBP. Adapun di Kalimantan Selatan agama Kristen berkembang di Barito dan Kuala Kapuas. Di Kalimantan Barat umat Nasrani banyak terdapat di Pontianak. Di Kalimantan Timur banyak terdapat di Samarinda, Kalimantan Tengah di pemukiman masyarakat Dayak desa Perak dan Kapuas Kahayan.
Faktor-faktor penyebab sulitnya perkembangan agama Kristen di Indonesia pada waktu itu adalah:
a) Pada waktu itu agama Kristen dianggap identik dengan agama penjajah.
b) Pemerintah kolonial tidak menghargai prinsip persamaan derajat manusia.
c) Sebagian besar rakyat Indonesia telah menganut agama lain.
Oleh karena itulah upaya penyebaran dilakukan di daerah-daerah yang belum tersentuh agama lainnya. Juga dilakukan dengan mengadakan tindakan-tindakan kemanusiaan seperti mendirikan rumah sakit dan sekolah. Akhirnya berkat kerja keras kaum misionaris dan zending, agama Kristen dapat berkembang di Indonesia sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar