Selasa, 18 Januari 2011

Historiografi Islam (mata kuliah sejarah Historiografi sejarah 1 or 2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang universal mengenai nilai dalam kehidupan yang meliputi duniawi dan akhirat. Terlebih Islam adalah agama ilmu dan agama akal yang mendorong umat manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan agar dapat membedakanmana yang benar dan mana yang salah, serta menyelami hakekat alam dan menganalisa segala pengalaman dalam perjalanan hidup. Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga dituntut untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain, jadi dengan kata lain Islam mewajibkan umatnya untuk belajar dan mengajar.
Saat Islam lahir dan bangkit, terdapat empat peradaban yang eksis saat itu, yaitu Byzantium di Eropa Timur dengan agama Cristio-Hellenistic, Persia di lembah Mesopotamia yang menganut Zoroaster (Majusi), India di Asia Tengah dengan Hiduisme-nya dan negeri Tiongkok di Asia Timur dengan filsafat Confusius. Gesekan-gesekan intelektual ini merupakan salah satu pemantik berkembangnya peradaban Islam di kemudian hari.
Dengan Maju pesatnya Islam tidak lepas dari cara perkembangannya yaitu perkawinan, dakwa, pengajian. Dan dalam lintasan waktu, Islam sebagai sebuah entitas religius dalam komunitas insani telah meninggalkan warisan panjang berupa historiografi. Secara umum, terdapat masalah yang dihadapi oleh historiografi masa awal Islam dan hingga kini belum tuntas. Antara legenda-legenda dan tradisi-tradisi populer Arab masa pra-Islam dengan sejarah yang relatif ilmiah dan eksak yang muncul pada abad kedua hijriyah, masih terbentang satu jurang yang belum dapat dijelaskan.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah yang berkaitan dengan Historiografi Islam yaitu:
1. Bagaimana bentuk-bentuk dasar penulisan sejarah Islam?
2. Bagaimana pengaruh penulisan sejarah Islam?
3. Bagaimana tujuan dan perkembangan historiografi Islam?





PEMBAHASAN

1. Bentuk-bentuk dasar penulisan sejarah Islam
Bentuk dasar berposisi sebagai karakter awal penulisan sejarah dalam tradisi Islam. Bentuk-bentuk ini merupakan kerangka penulisan sejarah yang berisi kisah-kisah, syair-syair dan bait puisi. Pendapat umum para peneliti historiografi tentang beberapa genre awal penulisan sejarah di kalangan Islam dan Arab, adalah meliputi
A. Khabar
Khabar biasa diartikan sebagai ‘laporan’, ‘kejadian’ atau ‘cerita’. Biasanya lebih banyak berisi tentang cerita-cerita peperangan dan kepahlawanan. Karakteristik khabar ditekankan dengan garis sanad yang mendahului tiap-tiap khabar, dan hal itu akan dihilangkan bila menginginkan keringkasan khabar itu atau sekedar menyingkirkan munculnya kecermatan pengetahuan. Khabar Merupakan bentuk historiografi yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita perang dengan uraian yang baik dan sempurna ditulis dalam beberapa halaman. Sejarawan yang menggunakan bentuk Khabar misalnya Ali ibn Muhammad al-Madaini. Khabar mempunyai ciri khas sebagai berikut: tidak mempunyai hubungan sebab akibat di antara dua atau lebih peristiwa-peristiwa.
Dalam khazanah historiografi, dapat disimpulkan tiga ciri khabar.
• Dalam khabar tidak terdapat hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa. Tiap-tiap khabar sudah melengkapi dirinya sendiri dan tidak membutuhkan referensi pendukung.
• sesuai dengan ciri khasnya yang berakar jauh sebelum Islam, cerita-cerita perang dalam bentuk khabar tetap mempergunakan cerita pendek, memilih situasi dan peristiwa yang disenangi dan kadang menyalahi kejadian yang sebenarnya. Peristiwa selalu disajikan dalam bentuk dialog antar pelaku sehingga memudahkan ahli sejarah dalam melakukan pembacaan dan analisa.
• bentuk khabar cukup bervariasi, sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus dan sebagai suatu ekspresi yang artistik, khabar juga disajikan dalam bentuk puisi serta syair-syair. Banyak sedikitnya syair tergantung kemauan dan ekspresi psikologis penulis.
Ada Terdapat pertanyaan yang agak mengganjal tentang kapan karya pertama berbentuk khabar ada dalam penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Islam. Literatur Islam permulaan tidak menyediakan jawaban, sementara sumber-sumber bibliografi dan kutipan penulis kontemporer juga tidak membantu. Dengan demikian terjadi jurang pemisah antara literatur Arab yang asli dengan organisasi penerbit buku-buku Islam.
Bentuk khabar di dalam berbagai ragamnya terdapat pula dalam sejarah Muslim, walaupun mereka membatasi kepada catatan peristiwa-peristiwa saja atau menulis nama-nama tanpa ada penjelasan lanjut. Sebagaimana bentuk-bentuk dasar lainnya, jarang sekali muncul apa yang disebut bentuk murni. Biasanya selalu dikombinasikan dengan unsur-unsur lain dalam penulisan sejarah. Sehingga, sebagai misal, dalam menyajikan biografi Nabi Muhammad sudah dilengkapi dengan nasab (silsilah) dan informasi lain seperti daftar nama sahabat yang berjasa dan dikenang dalam perjuangannya.
Ilmuwan sejarah yang menulis dalam bentuk khabar ini diantaranya adalah: Abu Mihnaf Luth Ibn Yahya (w. 774 M) dan al-Haitsam Ibn ‘Adi (w. 821 M) yang karyanya berupa kumpulan monograf dalam bentuk khabar dan nasab. Juga terdapat nama ‘Ali Ibn Muhammad al-Madaini (w. 831 M) yang salah satu karyanya berjudul Al-Murdifat min Quraisy (Wanita Quraisy yang Poliandri). Selanjutnya, pada tahun-tahun kehidupan penulis itu pula historiografi dalam bentuk khabar sebagai bentuk yang berdiri sendiri dalam sejarah mulai berakhir, bentuk selanjutnya mengarah pada kronologi.
B. Analitik
Analitik berasal dari kata dasar anno (tahun). Historiografi dalam bentuk analitik merupakan bentuk khusus penulisan sejarah dengan menggunakan kronologis, yaitu pencantuman kejadian tiap tahun. Biasanya dimulai dengan kalimat “dalam tahun pertama” atau “ketika masuk tahun kesembilan”. Penyajian dalam bentuk ini sepenuhnya berkembang pada masa al-Thabari (wafat 310 H). Karya sejarah permulaan terbit pada dasawarsa pertama abad ke-10 M dan diteruskan sampai tahun 915 M. Al-Thabari bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid al-Thabari al-‘Amuli, adalah seorang penulis sejarah yang terkemuka. Namun pada masanya beliau lebih dikenal sebagai ahli fiqih, bahkan Ibn Nadhim menyejajarkannya dengan imam Malik dan Syafi’i. Dalam perjalanan hidupnya, banyak kitab yang telah dikarang, seperti Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Adab al-Manasik, Adab al-Nufus dan Tahdzib Atsar. Yang masih diperdebatkan adalah tentang afiliasi politik al-Thabari terhadap Syi’ah Rafidhah.
Namun, sebelum al-Thabari juga telah berkembang penulisan dalam bentuk analitik, misalnya: (1) Sejarah Khalifah Ibn Hayyat yang ditulis sampai tahun 847 M sebagai bentuk analitik yang memulai uraiannya mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sirah nabawiyah, (2) Kitab sejarah dari Ya’qub ibn Sufyan (wafat 891 M) yang ditulis berdasar urutan tahun dengan beberapa kutipan. (3) Sejarah dari Ibn Abi Haitsamah (wafat 893 M).
Mu’in Umar menjelaskan, secara teori penulis-penulis muslim lebih dahulu berkenalan dengan penggunaan data sejarah dan sejak diperkenalkan tahun Hijriyah, mereka sampai pada kesimpulan bahwa bentuk analitik merupakan cara yang sangat menyenangkan dalam penyajian sejarah. Karena kepraktisan dan muatan isi penulisan yang lebih padat. Mungkin itu yang dijadikan alasan.
Contoh bentuk analitik ini, di antaranya ditunjukkan oleh Ibn Hajar yang berjudul al-Durar al-Kaminah fi A’yan al-Miati al-Saminah yang menyajikan biografi tokoh-tokoh terkemuka, termasuk guru-gurunya yang disusun menurut hijaiyah yang terdiri dari dua bagian, pertama disajikan menurut riwayah dan kedua dengan cara dirayah, sesuai tahun mereka meninggal.
Penulisan bentuk analitik, awalnya menggunakan klasifikasi tahun, sementara penyebutan bulan sangat sedikit. Terjadi pengecilan scope lintasan waktu, pada abad 14 dan 15 pasca Kristus, pengecilan itu mencapai hitungan bulan dan hari. Sedangkan kristalisasi historiografi seratustahunan (seabad) berlaku sampai akhir abad ke-13 masehi. Untuk pertama kali, perkataan “qarn” (abad) muncul dalam judul yang berhubungan dengan abad itu, misalnya karya Ibn al-Fuwaithi dan Lisanuddin ibn al-Khatib.
C. Catatan dinasti
Tidak ada penulisan sejarah di masa lalu yang dapat lepas dari intervensi penguasa. Hampir seluruh catatan sejarah adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan perang dan kepahlawanan sang pendiri dinasti serta anak cucunya. Bahkan banyak terdapat biografi-biografi khusus yang menulis tentang raja-raja itu. Misalnya karya al-Qudla’i yang berjudul ‘Uyun al-Ma’arif. Maka tidak heran jika muncul adagium bahwa sesungguhnya sejarah adalah milik penguasa. Rakyat kecil maupun bawahan hanya menjadi footnote (catatan kaki) yang kadang malah tidak tertulis sama sekali. Namun, bagaimanapun, biografi dinasti dan penguasanya merupakan sebuah bentuk dasar historiografi Islam. Perkataan “daulah” yang berarti peredaran dan pergiliran sebetulnya menjadi dasar kultural linguistik bagi penulisan model historiografi dinasti ini. Teori penggantian penguasa seperti pada masa al-Kindi, mengisyaratkan hal itu. Selain juga terdapat pengaruh yang besar dari budaya intelektual Persia dan Syiah.
Model penulisannya adalah menurut pergantian kekuasaan khalifah secara berurutan. Misalnya seperti Sinan ibn Tsabit yang terlebih dahulu menguraikan khalifah al-Mu’tadlid yang semasa dengannya baru kemudian menguraikan khalifah sebelumnya. Contoh biografi raja yang komprehensif adalah karya al-Haitsan ibn ‘Adi dan al-Madaini yang berjudul Biografi Mu’awiyah dan Bani Umayyah pada pertengahan abad kedua hijriyah (lk. 767 M) .
Susunan dinasti dalam sejarah Islam sama halnya dengan penyajian sejarah pra Islam yang ditulis oleh penulis-penulis muslim dalam bentuk bangsa-bangsa dan dinasti-dinasti. Uraian mengenai sejarah pra Islam pada umumnya mendapat kesulitan, karena orang Islam tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu untuk periode pra Islam, seperti waktu Sebelum Masehi (SM) yang biasa dipergunakan oleh penulis-penulis Barat. Untuk penulisan sejarah dinasti pra Islam, penulis Arab mendapat kontribusi berarti dari khazanah Yunani, Byzantium dan Persia. Terdapat juga sedikit tambahan dari India dan Cina, namun penerjemahan itu kurang begitu lancar sebab jiwa nasionalisme yang kuat dari sejarawan kala itu macam al-Dinawari dan Miskawayh.
D. Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian kronologis generasi mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti thabaqat, yang dalam penggunaannya berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba menetapkan ukuran panjang yang pasti dari thabaqat. Sebagian mereka menentukan suatu lapisan generasi itu 20 tahun sedang lainnya 40 tahun. Ada juga yang berpendapat thabaqat itu 10 tahun. Menurut penulis, thabaqat lebih mirip klasifikasi penulisan sejarah berdasarkan pada “batasan waktu” hidupnya. Dalam sepuluh tahun pertama, misalnya, terdapat tokoh-tokoh dengan kesamaan orientasi dan budaya intelektual. Maka jadilah klasifikasi sedemikian rupa yang selanjutnya ini menjadi metode tersendiri.
Dalam tradisi Islam sendiri, thabaqat merupakan sesuatu yang amat lazim. Terutama jika merujuk pada sejarah Muhammad; dalam lingkaran dan lintasan waktu perkembangan agama Islam, terdapat lapisan shahabat, tab’in, tabi’ al-tabi’in dan seterusnya. Hal ini berhubungan dengan kritik isnad dalam ‘ulum al-hadits. Pada mulanya, sebagai contoh dalam karya ibn Sa’ad, penyusunan thabaqat dipergunakan sebagai biografi para penguasa yang penting dalam pemindahan hadits. Dalam sejarah lokal, semacam karya Washal Sejarah Wasith di dalamnya hanya dibatasi para perawi hadits. Kemudian dapat dipergunakan untuk kelas-kelas kelompok pribadi terutama yang tergolong ulama. Selanjutnya juga digunakan untuk klasifikasi kejadian-kejadian sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Dzahabi yang berjudul Tarikh al-Islam wa Thabaqati Masyahir al-‘Alam.
Yang penting dalam karya thabaqat ini ialah untuk memperoleh suatu gambaran yang nyata tentang apa yang sebenarnya harus dicari dan diteliti. Dalam karya Abu Ishaq yang berjudul Thabaqat al-Fuqaha’ seseorang menginginkan sebanyak mungkin informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan biografi tokoh dalam suatu wilayah dan lokasi.
Cara alfabetis penyusunan biografi ini banyak memberikan kemudahan bagi generasi selanjutnya. Dalam kitab al-Dibaj yang disusun oleh Ibn Farhun (abad 14 M), ulama-ulama Malikiyah diuraikan sesuai nama mereka, dan ini dibagi lagi ke dalam thabaqat kemudian thabaqat disusun menurut geografis.
E. Nasab.
Nasab adalah catatan silsilah keluarga. Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan, terutama bagi yang mempunyai nenek moyang tokoh terhormat menyebabkan mereka harus menuliskannya. Keuntungan posisi dan status sosial ekonomi kadang membuat orang menyalahgunakan nasab ini. Nasab, kemudian menjadi bentuk dasar bagi historiografi Islam.
Selama abad kedelapan dan sembilan masehi, para ahli filsafat sejarah kuno, pada saat yang bersamaan juga merupakan ahli dalam bidang garis keturunan. Karya-karya mereka merupakan bentuk khabar yang berisi kumpulan berbagai kelompok kabilah (suku). Salah satu monograf yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah Kitab Hadzfu min Nasab Quraisy mengenai keluarga kecil suku Quraisy tanpa nabi Muhammad yang disusun oleh Mu’arrij ibn ‘Amr al-Sadusi. Selain itu terdapat nama al-Zubair ibn Abu Bakkar (w. 870 M) yang menulis kitab berjudul Nasab Quraisy, walaupun kitab ini lebih banyak membahas budi pekerti orang Quraisy daripada pohon keluarganya. Sebuah kitab dari al-Baladzuri berupa biografi tokoh berjudul Kitab al-Ansab didominasi biografi khalifah. Bentuknya adalah khabar dan historiografi dinasti.
Bentuk penulisan nasab ini ada dua. Penulis bermadzhab Syi’ah, Tajuddin ibn Muhammad dalam pengantarnya untuk kitab Ghayat al-Ikhtishar fi Akhbari al-Buyutati al-‘Alawiyah, memasukkan dua macam penyajian untuk informasi garis keturunan, yaitu bentuk pohon dan bentuk datar/lajur (mabsuth).
Sebenarnya, orang-orang Arab sejak masa lalu telah terbiasa membuat jalur keturunannya sendiri, dan ini merupakan cabang ilmu pengetahuan yang khusus dan seringkali dihubungkan dengan syair. Kebanggaan keluarga, sangat tergantung pada apa yang telah dilakukan nenek moyangnya dalam peristiwa ayyam al-A’rab (perang antara kabilah Arab) maupun peristiwa lain dan itu disusun dalam bentuk syair.
Seorang sejarawan muslim India, Nizar Ahmed Faruqi dalam disertasinya berjudul Early Muslim Historiography (1979) menyatakan bahwa nasab merupakan satu-satunya sumber bagi penyusunan historiografi Islam, dengan mengambil dasar dari al-Quran surat al-Hujurât [49] ayat 13.

2. Pengaruh Penulisan sejarah Islam
Dalam penulisan sejarah Islam ada beberapa pengaruh dari luar seperti
• Pengaruh dari Luar Arab
Gesekan budaya antara Islam yang baru lahir dan berkembang dengan bangsa oukimene (berperadaban) yang lain menyebabkan historiografi Islam sedikit banyak mengambil corak dari filsafat dan budaya intelektual yang diterjemahkan maupun dikutip oleh penulis-penulis sejarah muslim. Pada masa kekhalifahan al-Makmun, ketika penerjemahan naskah Yunani dengan materi filsafat dan sejarah digalakkan melalui institusi Dar al-Hikmah itu, perkembangan penulisan sejarah juga makin marak.
• Pengaruh Yunani
Dalam bentuk analitik, historiografi Yunani memberikan pengaruh besar. Kronik Yunani pada periode itu ketika Islam datang menyajikan bentuk historiografi analitik secara jelas melalui penulis muslim kontemporer. Ketika itu Ioannes Malalas, menggunakan struktur analitik sehubungan kekuasaan kaisar-kaisar. Terdapat juga data-data tentang sarjana-sarjana, filosof dan pemimpin gereja walaupun pada saat yang sama mereka juga politikus.
Yang menarik justru pernyataan Muin Umar, bahwa tidak pernah ada naskah klasik historiografi Yunani yang pernah sampai ke dunia Arab. Alasan yang dikemukakan adalah kecurigaan dari para ulama terhadap literatur sejarah lebih dari literatur pengetahuan lainnya. Selain juga kurikulum Yunani-Persia sangat jarang dimasukkan dalam pendidikan tinggi Islam.
Model Yunani ini, masuk dalam lingkar intelektual Islam melalui Syiria, dimana mayoritas beragama Kristen yang sering melakukan kontak dengan masyarakat luar seperti Yunani dan Byzantium. Dari segi jumlah, kurang tepat bila disebutkan bahwa historiografi analitik Islam pada mulanya berasal dari model Syiria dan Yunani. Hal ini lebih karena masuknya orang-orang Kristen ke dalam Islam. Terdapat sebuah naskah sejarah Yunani, Akhbar al-Yunaniyiin, yang bentuk, isi dan penulisannya tidak begitu jelas. Menurut riwayat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Habib ibn Bahrez dari Mosul Irak, yang hidup di masa al-Makmun dan penerjemahannya dilakukan oleh Hamzah al-Isfahani dan Qadli Waqi’ (wafat 918 M).
• Pengaruh Byzantium
Dalam konteks persentuhan dengan Byzantium, lebih banyak berasal dari penganut agama Kristen yang berbangsa Arab sehingga interaksi dengan kaum muslimin cukup sering dan terjadi transfer pengetahuan terhadap mereka. Peradaban Byzantium yang Kristen itu cukup memperhatikan penulisan sejarah, dan mereka cukup respek jika literatur historiografi menempati posisi yang besar dalam literatur Byzantium. Perlu disebutkan bahwa Bibliotheca of Photius abad sepuluh masehi, sebagian besar mencurahkan uraiannya mengenai sejarah dari segala sisi.
Persentuhan dengan Byzantium melalui Syiria ini mencatatkan Kronik Edessa pada abad keenam masehi yang merupakan karya analitik. Juga oleh Jacob van Edessa pada abd ke-7 M yang mahir menuliskan tentang peristiwa alam, bencana, gempa, kekeringan, hama dan sebagainya. Walaupun dia mengalami kesulitan kronologis karena adanya perbedaan almanak dalam naskah klasik terakhir.
Informasi bagi orang Islam sekitar orang Romawi dan raja-raja Kristen kembali kepada sumber-sumber Yunani Kristen atau Syiria, demikian pula mengenai Perjanjian Lama dan Baru, juga berita tentang raja-raja Babylonia dan Asyiria juga kembali pada sumber-sumber Kristen.
• Pengaruh Persia
Sebenarnya, bukti yang tersedia tentang bentuk historiografi Persia abad tujuh masehi sangat kurang. Ketiadaan ini menyebabkan kesulitan penentuan penggunaan bentuk analitik dalam historiografinya. Banyak yang menganggap, pendapat yang menekankan pengaruh Persia pada keaslian histoiografi analitik Islam telah gugur. Namun kita masih dapat melacak adanya pengaruh yang tidak kecil dalam konsepsional penulisan sejarah Islam.
Dalam contoh ini adalah penulisan sejarah Raja-raja. Shiddiqie memberikan argumentasi dengan data masuknya tradisi intelektual Persia dalam khazanah Islam. Bahkan buku Persia berjudul Khuday-nama—yang merupakan kisah raja-raja, dan dianggap menjadi buku patokan penulisan biografi Arab—telah masuk dalam historiografi Arab satu abad sebelum Ibn Mukhaffa (w. 139 H). Pengaruh Persia ini cukup negatif. Banyak kisah dalam Khuday-nama yang memuat mitos pribadi dan spekulasi pendeta, juga legenda-legenda Avestik dan roman Iskandar bahkan cerita-cerita tradisi asli Sasanian sering disepuh dengan epik dan retorika.
3. Tujuan dan Perkembangan Historiografi Islam
Tujuan historiografi Islam adalah untuk menunjukan perkembangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan, dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah Islam.
Dalam Perkembangan peradaban Islam merupakan pencerminan besar dalam sejarah. Beberapa hal yang mendorong perkembangan pesat bagi penulisan sejarah Islam antara lain adanya konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah, dan adanya kesadaran sejarah yang dipupuk oleh nabi Muhammad. Perkembangan sejarah Islam terjadi dalam 2 tahap yaitu awalnya informasi disampaikan secara lisan.
KESIMPULAN

I. Dalam bentuk penulisan historiografi Islam ada lima bentuk antara lain:
A .Khabar
Khabar biasa diartikan sebagai ‘laporan’, ‘kejadian’ atau ‘cerita’. Biasanya lebih banyak berisi tentang cerita-cerita peperangan dan kepahlawanan. Karakteristik khabar ditekankan dengan garis sanad yang mendahului tiap-tiap khabar, dan hal itu akan dihilangkan bila menginginkan keringkasan khabar itu atau sekedar menyingkirkan munculnya kecermatan pengetahuan
Dalam khazanah historiografi, dapat disimpulkan tiga ciri khabar:
• Dalam khabar tidak terdapat hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa.
• sesuai dengan ciri khasnya yang berakar jauh sebelum Islam, cerita-cerita perang dalam bentuk khabar tetap mempergunakan cerita pendek, memilih situasi dan peristiwa yang disenangi dan kadang menyalahi kejadian yang sebenarnya.
• bentuk khabar cukup bervariasi, sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus dan sebagai suatu ekspresi yang artistik, khabar juga disajikan dalam bentuk puisi serta syair-syair.
b. Analitik
Analitik berasal dari kata dasar anno (tahun). Historiografi dalam bentuk analitik merupakan bentuk khusus penulisan sejarah dengan menggunakan kronologis, yaitu pencantuman kejadian tiap tahun.
c. Catatan dinasti
Tidak ada penulisan sejarah di masa lalu yang dapat lepas dari intervensi penguasa. Hampir seluruh catatan sejarah adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan perang dan kepahlawanan sang pendiri dinasti serta anak cucunya. Bahkan banyak terdapat biografi-biografi khusus yang menulis tentang raja-raja itu. Misalnya karya al-Qudla’i yang berjudul ‘Uyun al-Ma’arif. Maka tidak heran jika muncul adagium bahwa sesungguhnya sejarah adalah milik penguasa.
d. Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian kronologis generasi mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti thabaqat, yang dalam penggunaannya berarti generasi.
e. Nasab.
Nasab adalah catatan silsilah keluarga. Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan, terutama bagi yang mempunyai nenek moyang tokoh terhormat menyebabkan mereka harus menuliskannya. Keuntungan posisi dan status sosial ekonomi kadang membuat orang menyalahgunakan nasab ini. Nasab, kemudian menjadi bentuk dasar bagi historiografi Islam.
II. Pengaruh penulisan sejarah Islam
• Pengaruh dari Luar Arab
Gesekan budaya antara Islam yang baru lahir dan berkembang dengan bangsa oukimene (berperadaban) yang lain menyebabkan historiografi Islam sedikit banyak mengambil corak dari filsafat dan budaya intelektual yang diterjemahkan maupun dikutip oleh penulis-penulis sejarah muslim
• Pengaruh Yunani
Dalam bentuk analitik, historiografi Yunani memberikan pengaruh besar. Kronik Yunani pada periode itu ketika Islam datang menyajikan bentuk historiografi analitik secara jelas melalui penulis muslim kontemporer.
• Pengaruh Byzantium
Dalam konteks persentuhan dengan Byzantium, lebih banyak berasal dari penganut agama Kristen yang berbangsa Arab sehingga interaksi dengan kaum muslimin cukup sering dan terjadi transfer pengetahuan terhadap mereka.
• Pengaruh Persia
Sebenarnya, bukti yang tersedia tentang bentuk historiografi Persia abad tujuh masehi sangat kurang. Ketiadaan ini menyebabkan kesulitan penentuan penggunaan bentuk analitik dalam historiografinya.


Jawaban Pertayaan

1. (Rika) Bagaimanakah penyajian biografi melalui analitik?
Penyajiannya dilakukan dengan cara kronologis yaitu secara berurutan berdasarkan urutan waktu, misalnya: kejadian-kejadian tiap tahun dicantumkan, biografi melalui analitik biasannya dimulai dari kelahiran tokoh yang akan dituliskan, prestasai yang dapat dicapai tokoh tersebut dan sampai kematian tokoh dituliskan dalam biografi.
(Sumber: H.A. Mukmin Umar, Historiografi Islam, Jakarta, CV. Rajawali, 1988. hlm.33)

2. (Ika) Pengaruh dari luar manakah yang paling kuat yang mempengarui bentuk-bentuk dasar dari historiografi Islam ?
Yunani, karena kebudayaan Arab merupakan pengembangan dari kebudayaan Yunani, yaitu ketika orang-orang Yunani yang memeluk agama Katholik dan dilarang oleh pemerintah Yunani karena dianggap akan merubah kehidupan religius bangsa Yunani yang menyembah banyak Dewa, maka mereka melarikan diri ke Syria, disinilah terjadi kontak kebudayaan dengan orang Arab.
Bukti.
Pada masa kekalifahan Abbasiah orang Arab mampu merebut kota Konstantinopel yang sudah diinginkan orang Arab sejak ke khalifahan Usman bin Khatab. Kota ini sulit direbut karena mempunyai pertahanan laut yang unik berupa pemasangan rantai besi di pintu masuk jalur laut menju kota Konstantinopel sehingga kapal musuh tidak dapat mendekat. Namun armada laut Arab mempuyai srategi dalam berperang yaitu mengangkat kapal melewati tanah dengan melapisi tanah terlebih dahulu dengan belahan kayu agar kapal tidak tersangkut kedalam tanah dan akhirnya mereka sampai ke kota Konstantinopel dan memperoleh kemenangan. Dengan cara inilah pengaruh dari Yunani berupa strategi berperang dan angkatan laut yang kuat dimanfaatkn orang Arab untuk membentuk kekuasaan.

3. (Merry dan Tanti) Jelaskan persamaan dari bentuk-bentuk dasar dari historiografi Islam?
• Kesemuanya menceritakan cerita-cerita kepahlawanan dari orang-orang Arab yang berperang untuk mengislamkan suku-suku yang ditakhukannya.
• Kebayakan bentuk dasar dari historiografi Islam dituliskan dalam lembaran-lembaran kertas, kulit binatang dan daun lontar kemudian dikumpulkan untuk dijadikan sebuah buku oleh para penulis sejarah Islam.
• Kebayakan bentuk dasar dari historiografi Islam dituliskan dalam bentuk syair-ayair karena mengingat keadaan geografis di Arab yang terdiri dari padang pasir yang mempuyai suhu udara yang panas, membuat orang Arab ingin melepaskan kelelahannya dengan bersyair.
Bentuk-bentuk dasar dari historiografi Islam yang banyak diterapkan dalam sejarah yaitu analitik, karena:
• Memudahkan sistematika penulisan sejarah.
• Merupakan rangkuman dari suatu peristiwa menurut seorang sejarawan.
• Memudahkan pembaca dalam memahami suatu peristiwa sejarah.
• Merupakan penghubung dari fakta-fakta sejarah.

4. (Shinta) Bentuk-bentuk dari historiografi Islam yang ada di Indonesia?
Yaitu: hikayat, babad(babad tanah jawi) dan diwarnai oleh nuansa Islam. Shalawat Nabi atau puji-pujian, dan syair. Shalawat badar yaitu perjuangan nabi Muhamad




5. (Muriyani) Jelaskan tujuan dari khabar?
• Tujuan asal dan yang lazim adalah untuk memberitahu kepada mukhatab sesuatu yang belum ia ketahui.
• Tujuan lainnya adalah ta’tsir nafsi(memberikan kesan kejiwaan)yang meliputi: izhah(nasihat), sikhriyah(olok-olok), istihtsaats(membangkitkan semangat)dan madh(pujian).

6. (Susi) Jelaskan perbedaan pengaruh historiografi Islam yang datang dari luar Arab?
• Yunani, pengaruhnya masuk dalam historiografi Islam dari Lebanon dimana pada saat itu mayoritas penduduknya beragama Katholik yang berasal dari Yunani dan melakukan kontak kebudayaan dengan orang Arab.
• Persia, pengaruhnya berupa hukum yang berasal dari Persia dimana orang yang melakukan pembunuhan akan dipengal kepalanya oleh seorang Algojo (eksekutor) atas perintah penguasa. Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa hidup dengan damai dan meminimalisir tindak kejahatan.

7. (Hesti) Jelaskan ciri-ciri dari historiografi Islam ?
• Istana sentris: Penulisannya berdasarkan kejayaan kekhalifahan Islam, seperti pada masa Ummayah yang telah mampu meluaskan kekuasaan islam kearah Barat meliputi Afrika Utara dan Spayol bagian Selatan.
• Rajasentris: Penulisannya berdasarkan kejayaan kekhalifahan Islam, seperti pada masa Abu Bakar sebagai sahabat dan pengganti nabi Muhamad yang meneruskan pemerintahan Islam di Arab.
• Geneologi: Penulisannya berdasarkan silsilah kehidupan khalifah seperti pada masa pemerintahan Ali yang merupakan petera dari Abu Thalib dan sekaligus sebagai menantu nabi Muhamad yang memperistri siti Aisyah, sehingga dapat melanjutkan keturunan nabi Muhamad.
• Sinandi: Dalam pengislaman keberbagai wilayah dilakukan dengan cara peperangan karena pada saat itu sulit dilakukan dalam keadaan damai, sedangkan dalam historiografi Islam mereka dikisahkan sebagai penyelamat bagi orang-orang yang memuja banyak Dewa karena mereka tidak fokus dalam melakukan pemujaan.
• Religiomagis: Penulisannya berdasarkan kehidupan orang Arab yang telah memeluk agama Islam sebagai agama negara sehingga merupakan kewajiban bagi pemeluknya untuk menyebarluaskan ke berbagai penjuru dunia.
• Etnosentris: Penulisaanya berdasarkan kesukuan yang mengistimewakn suku Arab sebagai suku yang kuat yang telah mampu memanfaatkan kekosongan kekuasaan yang terjadi di Timur Tengah karena pada saat itu kerajaan Romawi sedang menagalammi kemunduran. Dan suku Arab mampu menguasai kekuasaan Romawi dengan mengembangkan kebudayaan Romawi itu sendiri.
Sumbangan historiografi Islam bagi sejarah nasional Indonesia.
Adanya historiografi Islam di Indonesia (seperti kerajaan Demak dam Mataram Islam) yang mendapat pengaruh dari pedagang-pedagang Arab yang ingin mencari rempah-rempah di nusantara, sehingga terjadi kontak budaya. Orang Arab yang berdagang ke nusantara menceritakan kehidupan keagamaan yang ada di Arab berupa agama Islam, ternyata masyarakat di nusantara sudah memilki keagamaan berupa agama Hindhu-Budha. Sedangkan pada abad ke 13 kerajaan yang bercorak Hindhu-Budha sedang mengalami kelemahan kekuasaan dan pengaruh Islam dapat masuk ke nusantara. Para pedagang inipun disertai para pemuaka agama untuk mendampingi kegiatan spiritual para pedagang, sesampainya ditujuan pemuka agama selanjutnya menyebarkan agama Islam sebagai pertanggung jawabnya menjadi seorang muslim.



8. (Alpian) Mengapa historiografi Islam mendapat pengaruh dari luar Arab?
Karena pada dasarnya wilayah di Arab ini tidak subur yang mengakibatkan kehidupan masyarakatnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan air sulit didapatkan di sini sehingga terjadi pertikaian antar suku-suku di Arab, dan mereka tidak sempat untuk mengebangkan kebudayaannya. Baru setelah mereka mendapat pengaruh dari luar Arab mereka dapat mengembangkannya yang berdampak lahirnya kekuasaan Arab sehingga mampu menguasai wilayah yang subur untuk kelangsungan suku Arab.
Historiografi Islam yang asli.
Berupa tulisan Arab yang menterjemahkan buku-buku asing kedalam bahasa Arab untuk memudahkan orang Arab dalam mempelajarinya, penterjemahan buku asing ini dapat berkembang dengan cepat karena khalifah akan memberika hadiah emas dengan berat yang sama atas buku yang telah diterjemahkan.
(Sumber: W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam Kajian Kritis dar Tokoh Orientalis (terj), Yogyakarta, PT Tiara Wacana Yogya, 1990, hlm.15)










DAFTAR PUSTAKA

Umar, A. Mu’in, Historiografi Islam (Pertumbuhan dan Perkembangannya), Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
7 November 1992.
Umar, A. Mu’in,1977, Pengantar Historiografi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Umar, A. Mu’in, Historiografi Islam (Jakarta: Rajawali Press, t.th.)
Shiddiqie, Nourouzzaman1983, Pengantar Sejarah Muslim (t.tp.: Nur Cahaya).
Al-Hikmah, 1993, Jurnal Studi-studi Islam, edisi Syawwal-Dzulhijjah 1413/ April-Juni
Danar Widiyanta. 2002. Perkembangan Historiografi Tinjauan di Berbagai Wilayah Dunia. Yogyakarta:UNY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar